Secara teoretik bahwa pembangunan merupakan upaya untuk mengubah kehidupan masyarakat setarap lebih baik. Pembangunan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan seluruh Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki untuk memperoleh tingkat kesejahteraan yang memadai bagi seluruh warganya. Di dalam melaksanakan pembangunan tersebut, baik pembangunan nasional maupun pembagunan sektoral (daerah) adakalanya sebuah negara tidak memiliki modal untuk melakukannya. Maka, di dalam teori pembangunan kemudian disebutkan melalui konsep pembangunan berbasis hutang luar negeri.
Cerita tentang keberhasilan pembangunan melalui konsep hutang luar negeri memang pernah terjadi ketika Inggris mengalami kebangkrutan pasca Perang Dunia I dan tidak lagi mampu untuk membiayai pembangunan negerinya. Inggris nyaris bangkrut karena ketidakmampuan melakukan pembiayaan pembangunannya ini. Maka melalui skema bantuan Amerika Serikat, maka Inggris kembali memperoleh modal untuk melakukan pembangunan semua aspek kehidupan masyarakatnya.
Sebagai akibat perang, maka banyak infrastruktur di negeri Inggris yang rusak dan tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Akibatnya maka kehidupan masyarakatnnya menjadi kurang sejahtera. Ekonomi masyarakat menjadi semakin rentan. Negeri ini tentu diambang kehancuran. Itulah sebabnya Inggris memerlukan suntikan dana untuk melakukan pembangunannya.
Secara lambat tapi pasti Inggris kemudian berkembang dan secara perlahan-lahan ekonominya bangkit sehingga tingkat kesejahteraannya juga meningkat. Inggris juga menjadi semakin berdaya dalam pembangunan ekonominya. Dan Inggris kembali menjadi negara yang secara ekonomi independen. Inggris bisa membiayai pembangunannya sendiri. Melalui pembangunan berbasis hutang luar negeri ini maka Inggris kemudian mampu melepaskan ketergantungannya.
Skema pembangunan berbasis hutang luar negeri ternyata manjur untuk membangun kembali Inggris dari keterpurukan. Maka, konsep dan praktis pembangunan berbasis hutang luar negeri lalu menjadi model. Banyak negara yang mengadopsi sistem pembangunan berbasis hutang luar negeri, termasuk Indonesia. Di Indonesia salah satu sumber dana terbesar dalam pembangunan adalah hutang luar negeri.
Belanda kemudian membentuk Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI) yang menghimpun dana dari seluru dana pendonor untuk membantu pembiayaan pembangunan Indonesia. Skema ini tampaknya di awal akan berhasil. Sebab pembangunan yang selama ini tidak bisa dilakukan ternyata bisa dilaksanakan. Pemerintah pun kemudian merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk membangun Indonesia.
Di lima tahun awal pembangunan, tampaknya skema hutang luar negeri ini akan berhasil. Banyak infrastruktur ekonomi dibangun. Prasarana jalan, pasar, industri, infrastruktur pertanian, perkebunan, tambang dan sebagainya dilakukan dengan sangat getol. Maka, terjadilah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai. Dengan demikian, skema hutang luar negeri dalam proses pembangunan sepertinya barada di jalur yang benar (on the right track).
Namun demikian, cerita sukses ini kemudian direduksi oleh tindakan korupsi yabg tidak tertanggungkan. Banyak proyek yang anggarannya berasal dari dana luar negeri seperti Lembaga Keuangan Internasional (IMF dan Bank Dunia)ternyata dikorupsi. Uang jutaan dollar yang dipinjam dari luar negeri kemudian nyasar ke kantong-kantong pejabat. Akibatnya, proyek yang sesungguhnya dapat digunakan sebagai sarana untuk menyejahterakan rakyat hanya dapat menyejahterakan individu-individu pelaksana proyek pembangunan. Celakanya lagi,tingkat kebocoran dana pinjaman luar negeri ini cukup signifikan. Menurut begawan ekonomi Prof. Sumitro Djojohadikusumo, mencapai 30% dari total anggaran pembangunan.
Jefrey A.Winters, seorang ekonom dari Northwestern University AS mengemukakan bahwa paling tidak sepertiga dari bantuan (pinjaman) Bank Dunia untuk Indonesia bocor di birokrasi Indonesia. Dalam hasil survey Transparancy International terhadap 52 negara, Indonesia menempati peringkat ke-7 dan diantara negara ASEAN, Indonesia berada pada peringkat pertama.
Pada dasawarsa 1990-an, jumlah hutang luar negeri Indonesia menempati peringkat ke-5 di antara negara dunia ketiga,setelah Meksiko,Brazil,India dan Argentina. Akibat krisis ekonomi yang sangat parah ini, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan rasio stock hutang per GDP tertinggi di dunia,mengalahkan negara-negara yang selama ini terkenal sebagai pengutang terbesar,seperti Meksiko,Brazil dan Argentina.
Persoalan hutang luar negeri ini bila tidak diselesaikan dengan baik akan dapat menghambat pemulihan ekonomi dan menjatuhkan martabat bangsa Indonesia di mata dunia Internasional. Indonesia pun diambang bangkrut hingga akhirnya memaksa pemerintahan harus mengevaluasi kembali program pembangunannya. Hanya sayangnya bahwa program bantuan luar negeri melalui skema hutang luar negeri tersebut sudah menjerat pemerintah Indonesia. Kita sudah tidak memiliki kemandirian dalam membiayai pembangunan,hingga sekarang kita masih sangat tergantung kepada hutang luar negeri untuk pembiayaan proyek-proyek pembangunan
KONDISI PEMBAGUNAN INDONESIA DIBALIK HUTANG YANG MEMBENGKAK
Hingga tahun 1997,pembangunan Indonesia selalu dipuji oleh lembaga-lembaga keuangan Internasional. Bahkan dalam laporan Bank Dunia pada bulan Juni 1997, Indonesia mendapat predikat kejaiban atau negara yang pertumbuhannya ajaib. Sebelum jatuhnya Orde Baru, Bank Dunia selalu memuji prestasi pembangunan ekonomi Indonesia. Bahkan posisi Indonesia ditempatkan sebagai salah satu negara berkembang yang sukses pembangunan ekonominya, tanpa melihat proses pembangunan itu telah merusak dan menghabiskan sumber daya alam yang ada, dan melilitkan Indonesia pada hutang luar negeri yang sangat besar.
Satu hal penting yang dilupakan adalah bahwa semua keberhasilan itu dicapai dengan hutang, sehingga menjadi bumerang ketika Indonesia diterpa krisis pada tahun 1997. Seluruh bangunan ekonomi runtuh, perusahaan-perusahaan bangkrut,pengangguran meledak, kemiskinan menigkat, sementara yang terasa hingga kini adalah beban hutang luar negeri yang semakin berat.
Lalu berapakah hutang pemerintah Indonesia?
Jurnal-ekonomi.org – Menurut Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, jumlah seluruh hutang pemerintah mencapai US$ 185,3 miliar. Bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9000/US dollar, maka hutang negara kita mencapai Rp 1.667,70 trilyun. Jika dibagi jumlah penduduk Indonesia 237,556 juta jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, maka setiap penduduk Indonesia memikul hutang negara sebesar Rp 7 juta.
Utang Pemerintah Indonesia
Source:Jurnal-ekonomi.org
Dalam sepuluh tahun terakhir, hutang pemerintah berkembang pesat dari US$122,42 milyar pada tahun 2001 menjadi US$185,3 milyar pada tahun 2010. Selama periode tersebut hutang negara bertambah menjadi US$ 61,88 milyar atau setara Rp 556,92 trilyun.
Dengan demikian selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan 3 rezim; Gusdur, Megawati, dan SBY, negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap hutang apalagi manghilangkannya. Justru hutang negara meningkat 50,56% atau hampir setengah dari jumlah hutang tahun 2001.
Pemerintahan SBY yang sudah memasuki dua periode jabatan, memiliki andil besar dalam menggelembengkuan utang negara. Sejak tahun 2004 hingga 2010, utang negara bertambah US$45,42 milyar dollar atau sekitar Rp 408,78 trilyun. Jadi dari 50,56% peningkatan utang negara sejak 2001, pemerintahan SBY menyumbangkan peningkatan utang sebesar 37,10%. Jika dihitung sejak tahun 1970 dengan jumlah utang pemerintah pada saat itu mencapai US$2,77 milyar, maka utang negara selama 40 tahun terakhir bertambah sebesar 6.589,53%.
lalu berapa Cicilan Pokok dan Bunga Utang Negara dalam APBN?
Jumlah utang pemerintah Indonesia pada saat ini mencapai US$185,3 milyar atau bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9.000/US$ setara dengan Rp1.667,7 trilyun. Jumlah yang tidak sedikit yang bila dibebankan kepada 237,556 juta penduduk Indonesia maka setiap warga negara harus memikul utang negara sebesar Rp7 juta. Jika jumlah utang negara kita sudah sangat besar maka berapakah beban cicilan pokok dan bunga utang pemerintah yang harus dibayar rakyat dalam APBN?
Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun. Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
CICILAN HUTANG NEGARA
Dari tabel diatas diketahui Sejak tahun 2000, cicilan utang pemerintah meningkat (lihat grafik). Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali (lihat tabel).
Dan meski Indonesia telah membayar hutang sebesar Rp 1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, hutang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah hutang pada tahun 2000 yakni Rp.1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah hutang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp 553 trilyun, jumlah hutang pemerintah Indonesia tahun 2010 bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.
Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan.
Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan.
Sumber: